Artikel lain

Senin, 17 November 2008

Obat Alami untuk Demam dan Batuk

Musim penghujan identik dengan munculnya beberapa penyakit khas, yaitu influenza dan batuk. Anak-anak saya juga tak luput dari serangan penyakit itu minggu ini. Seperti biasanya, selama hampir dua tahun terakhir ini, saya tak lagi langsung membawa anak-anak ke dokter ketika mereka demam. Siklus demam yang sudah terprediksi selama ini adalah tiga hari, dan itulah yang dijadikan patokan.

Selama tiga hari saya merawat anak-anak dengan 85% sentuhan tradisional. Untuk menurunkan demamnya, selain kompres air juga ditambah parutan bawang merah dan jeruk nipis yang dicampur dengan sedikit minyak kelapa atau minyak zaitun. Ramuan itu saya pakai untuk mengurut bagian punggung, lengan, dan kaki.

Sebagai penurun panas, saya tetap menggunakan obat kimia. Panadol yang berbahan dasar parasetamol adalah obat penurun panas yang paling direkomendasikan oleh beberapa dokter anak yang pernah saya temui. Menurut mereka, itulah komponen obat berjenis analgesik yang dianggap cukup aman buat anak-anak.

Sementara itu, untuk mengurangi panas dari dalam, saya pakai ramuan daun kacapiring. Sekitar 10 - 20 lembar daun kacapiring dicuci bersih, lalu disiram air panas. Daunnya diremas-remas sampai sari daun yang hijau dan kental keluar sempurna. Setelah itu ramuan disaring dan didiamkan selama sekitar 15 menit. Buat yang pernah melihat atau menikmati cincau hijau, maka begitulah kurang lebih tekstur dan juga warna ramuan kacapiring ini.Dengan campuran gula aren yang dicairkan, "cincau" kacapiring ini diminumkan pada anak, cukup dua kali sehari.

Dengan asumsi bahwa kekebalan tubuh sedang menurun, sehingga diperlukan "unsur" tambahan untuk melawan virus dan bakteri, saya gunakan antibiotik alami dari daun sambiloto. Sekitar 5 lembar daun sambiloto direbus dengan segelas air sampai menjadi 1/2 gelas. Setelah disaring dan dingin, untuk sekali minum campurkan 1 - 2 sendok air sambiloto dengan dua sendok madu lalu tambah sedikit air lagi supaya rasa pahitnya tidak terlalu terasa. Ramuan ini juga diminum 2 kali sehari.

Obat Batuk
Setelah demamnya turun, biasanya siklus penyakit sejenis ini selalu diakhiri dengan batuk. Saya gunakan ramuan obat berikut ini untuk mengatasi batuk:
- 5 butir kapulaga untuk meluruhkan dahak
- 1/2 sendok teh pala bubuk untuk penenang
- 2 ruas kunyit untuk anti radang dan anti septik
- 1 ruas kencur untuk anti nyeri
- 2 gelas air
- 2 sendok madu
Cara membuatnya:
Kunyit dan kencur diiris-iris atau dimemarkan. Semua bahan kecuali madu direbus dalam panci stainles hingga airnya menjadi tinggal 1gelas. Setelah dingin, masukkan madu dan minumkan 1/2 gelas saja untuk sekali minum. Karena anak saya dua-duanya batuk, jadi satu kali proses ini habis untuk dua anak sekaligus.

Buat Anda yang mau mencoba resep obat sederhana ini, satu saran saya: "Anda harus yakin dengan khasiat obat-obatan ini, karena jika Anda tidak yakin bisa jadi pikiran Anda akan tetap tersugesti oleh obat kimia dan pengaruhnya juga ada terhadap kesembuhan".

Semoga bermanfaat!

Minggu, 16 November 2008

Akibat Rasa Malas

Kemalasan adalah sebuah penyakit berbahaya. Kalau kita tidak mewaspadainya, banyak persoalan muncul berlipat-lipat dan tak jarang menimbulkan kerugian. Tak percaya? Cobalah ikuti rasa malas untuk minum obat saat kita sakit! Cobalah ikuti rasa malas makan saat kita sedang lapar (padahal tidak puasa)! Cobalah ikuti rasa malas untuk mengambil jemuran padahal hari sudah mendung mau hujan! Cobalah ikuti kemalasan demi kemalasan dalam hidup ini, maka kita semua pasti merasakan akibatnya, baik langsung maupun tidak langsung.

Akhir-akhir ini banyak terjadi peristiwa longsor, dan di antaranya terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur. Ditengarai, salah satu penyebab longsor, selain karena kelabilan tanah di area tersebut, juga disebabkan oleh minimnya jumlah pohon besar yang akarnya bisa menjadi pengikat tanah.

Nah, mengapa jarang ditemukan pohon besar di sana? Yup! Anda pasti bisa juga menjawabnya bukan? Kemungkinan besar disebabkan oleh rasa malas warga untuk menanam pohon. Entah karena jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya terlalu rapat sehingga tak ada ruang untuk menanam pohon atau warga di sana mungkin tidak punya pengetahuan cukup tentang gunanya pohon.

Harian Pikiran Rakyat di Bandung hari ini (17/11)juga memberitakan adanya pergerakan tanah di sekitar lereng Cadas Pangeran. Sebuah foto terpasang, dan tampak jelas bahwa lereng itu memang nyaris tak berpohon. Yang ada hanyalah tonggak-tonggak beton yang sejak tahun 2005 lalu dipasang untuk menahan laju longsor yang juga pernah terjadi di sana. Seberapa lama tongggak beton itu menahan gerakan tanah, tak ada yang tahu. Namun pertanyaan saya adalah, MENGAPA SOLUSI UNTUK LONGSOR SELALU HANYA BERSIFAT INSTAN SAJA DAN TIDAK DILANJUTKAN DENGAN SOLUSI JANGKA PANJANG YAITU MENANAMI AREAL TERSEBUT DENGAN PEPOHONAN YANG BERAKAR KUAT?

Penyebab Malas
Malas adalah salah satu tabiat manusia, sehingga wajar kalau ada do'a yang memohon untuk dijauhkan dari sifat malas: Allahuma innii a'uudzubika minal 'ajzi wal kasal... (Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan...). Tetapi selain itu, sesungguhnya manusia bisa mengatasi tabiat alamiah itu dengan mengetahui dan mewaspadai benar pemicu malas yaitu kurang lengkapnya pengetahuan dan kurangnya kepedulian. Kalau kita tidak tahu persis atau tidak peduli akibat yang bisa timbul karena kemalasan kita, kemungkinan besar kita akan terus memperturutkan rasa malas.

Bagaimana dengan mengajar dan mendidik anak-anak di rumah?
Hal itu tentu sangat urgen diperhatikan. Memperturutkan rasa malas untuk mengajari anak-anak tentang makanan sehat, mandiri dalam bertoilet, mandiri dalam belajar, mandiri dalam berpakaian, sholat, dan lain-lain akar berimbas kepada kita sendiri. Termasuk mengajari mereka untuk mencintai bumi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada kita, menggali potensi-potensinya dengan ramah, dan memelihara kelestariannya, hal itu adalah pe er untuk kita semua, khususnya para orang tua.

Mari kita lawan rasa malas itu. Jangan biarkan ia meraja dan menguasai kita, karena kita tahu bukan? Hari ini tanpa pengetahuan yang cukup, tanpa pendidikan yang komprehensif, tanpa penyadaran yang terus-menerus, banyak persoalan terjadi di sekitar kita. Salam pendidikan!

Kamis, 13 November 2008

Hidup Sederhana

Tak ayal, situasi zaman yang mengubah manusia jadi konsumtif seperti saat ini, membuat hidup sederhana yang disengaja sulit terwujud. Kalaupun seseorang atau sebuah keluarga hidup sederhana, ya karena memang sebegitulah kemampuan finansialnya. Padahal, manakala kita menyengajakan diri untuk hidup sederhana sesungguhnya ada beberapa persoalan penting yang bisa teratasi, di antaranya adalah korupsi dan kesenjangan sosial.

Hidup sederhana bukan berarti hidup bersusah-susah, makan tak bergizi, dan tidak berpendidikan. Hidup sederhana adalah meninggalkan sikap berlebih-lebihan, baik dalam makan, minum, berpakaian. Hidup sederhana adalah aktualisasi dari rasa syukur atas rejeki yang dikaruniakan Tuhan seberapapun adanya, dan membagi kelebihannya untuk kemaslahatan orang lain.

Pendidikan di rumah merupakan ujung tombak penanaman konsep hidup sederhana. Anak-anak yang terbiasa serba mudah mendapatkan apapun yang dinginkannya, meski mungkin bukanlah sesuatu yang benar-benar penting seringkali akan memiliki tolok ukur yang berlebihan terhadap apapun, entah merek pakaian, jenis makanan, restoran, kendaraan, tempat tinggal, sekolah, dan lain-lain. Mereka akan berusaha mendapatkan semua itu meski harus melanggar kepentingan orang lain.

Saya sempat membuka kursus membaca untuk anak usia 3 - 8 tahun. Selain masalah beragamnya karakter dan kemampuan anak-anak, satu hal yang saya cermati adalah interaksi mereka dengan teman-temannya. Tahukah bahwa anak-anak usia 6 tahun sudah mengenal aksi saling pamer dan bisa bertengkar gara-gara semua itu, entah penghapusnya, bukunya, pensilnya, dan lain-lain.

Saya percaya kesederhanaan akan mengubah semua fenomena itu menjadi sebaliknya. Jika sedari kecil anak-anak dibiasakan untuk tidak memandang atribut-atribut kemewahan sebagai hal yang penting, maka Insya Allah mereka akan lebih bisa lentur dalam kehidupan. Sepeda jelek tak bermerek, asalkan masih bisa jalan ya senang saja. Meski pergi ke mana-mana selalu naik angkot atau berdesakan di atas bis kota, ya nikmati saja. Walau pakai sandal harga 10 ribu dan celana atau baju 5 ribuan, asalkan bisa mengalasi kaki dan menutup tubuhnya anak-anak akan tetap tersenyum gembira.

Semuanya mungkin terjadi hanya jika orang tuanya menerapkan hidup sederhana dan tak mempedulikan strata sosial terhadap apapun yang dimilikinya. Kalau dibuat jenjang kelas untuk semua benda, maka tentulah akan muncul kategori murah, mahal, dan mewah. Sekolah mewah lebih bergengsi daripada sekolah murah, buku baru yang masih berlabel lebih keren daripada buku bekas yang belinya di loakan, dan lain-lain.

Buat saya yang memang tidak biasa hidup mewah sedari dulu, seringkali tak mengira bahwa ada orang yang memiliki standar yang begitu tinggi bahkan untuk sebuah merek sandal atau sepatu. Tapi, ternyata hal itu terjadi di banyak tempat dan di semua strata sosial. Ya, mungkin karena zaman memang telah jauh berubah. Bagaimana dengan Anda?

Senin, 03 November 2008

Saling Mengajari

Hal menarik kembali saya temukan pada interaksi kedua anak saya, Azkia (6 tahun) dan Luqman (4 tahun). Selama ini Azkia sebenarnya hampir bisa dikatakan sudah menjadi salah seorang guru buat adiknya. Dia-lah yang membacakan buku-buku dan menjelaskan setiap isi buku serta berbagai gambar yang ada di dalamnya.

Akhir-akhir ini kami malah dikejutkan dengan kemampuan Luqman menghapal nama-nama dinosaurus dengan berbagai ciri-cirinya, padahal kami sendiri terus terang tidak pernah hafal tentang hal itu. Azkia-lah sang guru yang mengajari Luqman apa itu Triseratops, Tiranosaurus, Stegosaurus, dll. Mereka bermain tebak-tebakan tentang tema itu dengan panduan buku DINOSAURUS.

Nah, suatu malam, saya cukup tercengang karena Azkia ternyata juga mau belajar dari adiknya. Dia meminta pada adiknya, "Ade, bikinin gambar ikan dong! Ade menggambar badannya, kakak menggambar ekornya... Soalnya Kakak nggak bisa terus bikin badan ikan" He he.... Lucu kan?! Adiknya pun melakukan permintaan itu dengan penuh semangat.

Pagi harinya, Azkia pun berceloteh, "Mama, kakak sekarang sudah bisa bikin ikan. Ade yang ngajarin kakak." Jadi, saya pikir sekarang tak perlu lagi anak-anak diajari bagaimana harus bersikap teachable atau senang berguru pada siapa saja. Mau belajar pada orang yang lebih muda adalah sebuah tahapan yang luar biasa, bukan?

Orang dewasa malah sering merasa gengsi untuk belajar dari orang yang dianggap lebih rendah kedudukannya, ilmunya, pendidikannya, atau status sosialnya. Hmmm... saya juga sebenarnya jadi ikut belajar dari anak-anak....

Sabtu, 01 November 2008

Yuk, Mengenal Tanaman Obat!

Beberapa waktu lalu, saya pergi ke tempat foto copy untuk melaminasi kartu yang berisi nama-nama tumbuhan obat. Saya membuatnya untuk menamai koleksi tumbuhan obat yang saya tanam di dalam pot. Anak pemilik tempat foto copy itu sedang tidak sekolah karena takut diimunisasi, katanya.

Anak lelaki yang masih kelas 3 SD itu membaca kata-kata yang ada di kartu dengan heran. Dia pun bertanya, "Ini buat apa, Bu?". Saya jawab, "Buat menamai tanaman obat".

Saya pun jadi penasaran ingin tahu apakah dia sudah kenal dengan nama-nama yang tercantum di kartu itu ataukah belum, maka saya pun bertanya balik kepadanya, "Tahu nggak tanaman kunyit kayak apa?". Anak itu menggeleng. "Kalau kencur?" tanya saya lagi. Dia pun menggeleng lagi. "Di dapur juga nggak pernah liat?" lanjut saya. Anak itu kembali menggeleng.

Hmmm... saya menduga, berarti anak sekolah, khususnya di perkotaan saat ini sudah tak peduli lagi dengan hal-hal remeh semacam ini dan di sekolah juga memang nggak ada kan ya pelajaran tentang jenis-jenis tanaman obat atau bahkan tanaman bumbu.

Buat teman-teman yang masih menganggap penting pengetahuan semacam ini diberikan pada anak-anaknya, buku Yuk, Mengenal Tanaman Obat! yang diterbitkan oleh ChilPress (Imprint Salamadani-Bandung) mungkin bisa menjadi awal untuk membuat anak-anak tertarik mengenal tanaman obat. Harga bukunya? Saya yakin terjangkau, hanya Rp. 13.500,- per eksemplar. Selamat membaca!

Tentang Saya

Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.

Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.