Artikel lain

Sabtu, 19 Juni 2010

Memberi Nilai Lebih pada Sampah Anorganik

Sudah menjadi cita-cita saya, ingin mandiri dalam pengelolaan sampah. Langkah awal adalah berusaha memilah sampah organik dan anorganik sejak dari rumah. Dengan beberapa pilihan alternatif, sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos dengan model takakura ataupun menggunakan wadah kedap udara (ananerob, sehingga menghasilkan gas yang bisa dipakai sebagai bahan bakar kompor dan juga pupuk cair untuk tanaman.

Dampaknya ke depan buat anak-anak juga pasti sangat bermanfaat. Jika selama ini sampah selalu jadi masalah, ke depan saya berharap anak-anak bisa melihatnya justru sebagai potensi yang bisa bernilai, entah dari segi ekonomi maupun kelestarian lingkungan.

Anak-anak akan selalu belajar dari orang tuanya. Karena itulah, untuk mengajarkan pada mereka tentang konsep pemanfaatan sampah, saya coba mempelajari lebih dulu dan mempraktikkan lebih dulu.

Setelah mencoba meng-komposkan sampah organik, saya juga belajar tentang pemanfaatan limbah anorganik berupa kertas dan plastik sehingga bernilai lebih dari sekedar sampah. Tentunya kita semua tahu, sampah anorganik tak bisa dengan cepat terurai dengan tanah. Membuangnya sembarangan hanya akan menyumbang kerusakan lingkungan.
Beberapa hasil kreasi yang sudah saya coba adalah membuat kerajinan dari kertas bekas, baik koran maupun kertas HVS bekas.

Anak-anak juga sudah bisa dilibatkan membuat kreasi-kreasi ini. Insya Allah, saya berniat menyusun tutorial pembuatan kreasi limbah kertas ini dan membuatnya dalam format ebook. Mudah-mudahan bisa terwujud. Tentu saja hal itu sebagai usaha untuk lebih meramaikan wacana pemanfaatan sampah anorganik, yang juga sudah banyak dibuat menjadi buku. ^_^

Kamis, 10 Juni 2010

Kelomang dan Gunanya Ilmu

Sering, setelah kini saya melewati masa sekolah, menjadi ibu, dan membelikan anak-anak buku-buku ilmu pengetahuan muncul pertanyaan pada diri sendiri, buat apa ya sebenarnya belajar ini dan itu? Kalau tidak relevan dengan apa yang kita geluti dan kita butuhkan, ilmu biasanya jadi tidak menarik untuk dipelajari. Biologi misalnya. Apa ya gunanya mengetahui daur hidup hewan? Mengetahui makanan mereka ataupun habitat tempat mereka hidup? Pertanyaan-pertanyaan itu tak pernah terjawab sampai kemudian terjadi sebuah peristiwa, yang entah kebetulan atau mungkin juga disengaja diberikan 'alam' untuk menjawab pertanyaan saya ^_^.

Suatu hari, menjelang sore saya masih membereskan benda-benda yang berserakan di halaman. Sepintas, sudut mata saya menangkap sebuah gerakan kecil di atas paving block, tapi setelah dilihat hanya ada sebutir batu putih lonjong di sana. Setelah terdiam sebentar, ternyata gerakan itu muncul lagi. Rupanya, benda berbentuk batu lonjong itu-lah yang bergerak.

Saya pun panggil anak-anak. Seperti biasa, ini sering saya lakukan saat menemukan hal-hal baru yang menarik. Tentunya supaya mereka juga tak melewatkan keajaiban-keajaiban yang ada di sekitarnya.

Azkia dan Luqman berseru, "Itu kelomang, Mah!". Malah saya juga belum tahu apa nama hewan itu, tapi anak-anak dengan yakin justru langsung mengenalinya. Seingat saya, kelomang hidup di laut, tapi sekarang ada di darat? Sebuah keanehan. Pikir saya.

"Tapi betul, Mah. Itu memang kelomang," kata Azkia lagi.
"Ya sudah, coba cari di internet, apa ini memang benar kelomang." Anak-anak pun mengganggu papanya untuk dicarikan info tentang kelomang. Setelah searching, ternyata benar, hewan itu memang kelomang.

Sayangnya, kami tidak terlalu membaca dengan detail tentang hewan ini lebih jauh. Karena pengetahuan awal kami, kelomang itu berasal dari laut dan pastinya suka hidup di air, kami pun memasukkannya ke dalam stoples dan diberi bebatuan kecil. Kami beri pisang sebagai makanannya, karena katanya kelomang suka makan tumbuhan.

Setelah semalaman kelomang menginap di stoples, di dapur kami, penasaran saya cari lagi info tentang kelomang di internet. Terkejut juga. Ternyata, kelomang tak hanya hidup di laut. Ada juga jenis kelomang yang hidup di darat dan tidak terlalu menyukai air, sehingga tak boleh direndam terlalu lama di air supaya tetap hidup.

Hampir meloncat, saya periksa stoples kelomang. Ups! Ternyata kelomang kecil itu memang sudah tiada. Sayang sekali! Sejak saat itu-lah saya mulai mengerti apa gunanya mengetahui kehidupan hewan secara spesifik. Salah satunya adalah untuk menjaga kelestarian mereka. Keberuntungan kami menemukan kelomang memang tinggal kenangan, tapi hikmahnya, saya tak lagi meremehkan gunanya ilmu pengetahuan. Ilmu (apapun itu), pasti berguna, meski kita tidak tahu kapan itu akan digunakan.

Salam pendidikan!

Tentang Saya

Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.

Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.