Mungkin tidak semua, karena saya belum pernah melakukan survey, namun dari beberapa kawan yang saya kenal, latar belakang pendidikan dan minat mereka (sebagai orang tua) tanpa sadar ikut mewarnai prioritas pelajaran yang 'harus' ditekuni anak-anaknya.
Yang suka sains dan berlatarkan sains, mendorong anak-anaknya memperbanyak porsi sains; yang senang matematika, juga mengarahkan anak-anak menuju suka matematika; yang suka sastra memacu anaknya suka baca-tulis dan sedapat mungkin memacu anak mereka untuk mempublikasikan tulisan sedini mungkin.
Ini bukan persoalan salah atau benar, namun menjadi cermin, bahwa apa yang menurut sebuah keluarga dianggap penting, maka belum tentu demikian juga di keluarga lain. Kita tidak bisa memaksa, baik secara implisit ataupun eksplisit, keluarga-keluarga di luar keluarga kita untuk menyenangi prioritas kita. Apalagi seolah menganggap bahwa minat yang kita geluti juga penting dikuasai oleh semua anak tanpa kecuali.
Saya memandang, semua itu hanyalah persoalan minat dan momentum. Setiap anak akan antusias belajar pada saat yang tepat, yang ternyata tidaklah sama antara satu anak dengan anak lainnya.
Mengajarkan toleransi bisa berawal dari sini. Bukankah dunia ini menjadi ramai dan menyenangkan karena banyak keragaman. Menghargai keragaman, berarti membiarkan orang lain merdeka dengan ciri khas yang mereka miliki tanpa kita harus ikut-ikutan meniru orang lain hanya demi bisa diterima di tengah-tengah mereka.
Menurut saya, itulah ciri manusia independen.
Artikel lain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tentang Saya
Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.
Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.
Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.
2 komentar:
>>ikut-ikutan meniru orang lain hanya demi bisa diterima di tengah-tengah mereka.
Saya sering ketemu ibu-ibu yang ngomongnya ngotot sekali supaya saya berubah menjadi seperti dia. Menyebalkan. Barangkali kalau saya bekerja di kantor, begitu juga suasananya. Serasa kembali ke pergaulan di sekolah lagi kan kalau begitu caranya. Saya sadar juga saya sendiri pun masih perlu belajar toleransi...
Anak-anak cahaya dan harapan masa depan.
Posting Komentar