Hampir seumur Azkia (6,5 tahun) kami mempertimbangkan bolak-balik tentang model pendidikan apa yang cocok buat anak kami. Setelah membaca banyak literatur, pilihan pun mengerucut pada homeschooling. Akan tetapi, seiring usia anak kami yang sudah siap masuk SD, kami benturkan kembali opsi tersebut dengan berbagai pertanyaan dan argumentasi, agar keputusan kami benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, dan kami tidak menyesal karenanya. Karena itulah, kami membuka peluang untuk juga mempertimbangkan sekolah formal.
Saya pun menyambangi sekolah swasta Islam sebagai pilihan pertama buat Azkia. Letaknya di kawasan Jatinangor, biar deket dari rumah. Secara keseluruhan, kurikulum berikut testimoni orang tua yang saya dapatkan, sekolah itu cukup bagus, berwawasan keislaman, dan juga maju dari sisi konsep belajar mengajar. Namun sayangnya, ternyata pilihan jam belajar cuma satu yaitu fullday. Dan itu menjadi poin yang memberatkan buat kami. Saya tidak berkarir di luar rumah karena ingin lebih banyak bersama anak-anak, dan kalau pada akhirnya anak bersekolah sepanjang hari, apalah gunanya pilihan saya itu. Sama saja, kami jadi jarang bertemu dan berinteraksi.
Selesai dengan satu sekolah, saya pun cari info sana- sini tentang SD negeri, yang jam belajarnya cukup pendek. Memang, secara biaya, bersekolah di sekolah negeri sangat menyenangkan, program SPP gratis itu memang sudah berlaku di tempat kami tinggal. Namun kembali ada yang mengganjal,kondisi SD negeri, ternyata tak pernah jauh berubah dengan apa yang sudah saya tahu selama ini (anak-anak ribut di kelas karena gurunya jarang masuk, pe er setiap hari, dan masih berkutat dengan kesulitan calistung di kelas 1 dan kelas 2). Konsentrasi guru terpecah pada begitu banyak anak, sehingga KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hampir bisa dipastikan tidaklah efektif.
Sulit memang untuk memilih, tapi kami harus memilih. Setelah dipertimbangkan ulang, untung - ruginya sekolah, tujuan sekolah, dan mendaftar berbagai kekhawatiran jika tidak bersekolah formal, kami akhirnya memutuskan untuk kembali menjalankan homeschooling.
Yah! Lega sudah dengan keputusan bulat itu. Artinya, langkah kita akan terus maju. Kami ingin anak-anak memiliki pengalaman lebih banyak dan beragam dalam hidup mereka: Tidak dibatasi bel sebagai batas pelajaran, tidak pula dibatasi ujian untuk mempelajari hal-hal yang lebih menantang. Waktu mereka bisa dipakai untuk hal-hal yang lebih terarah.
Sejauh ini, homeschool bisa membuat kami fleksibel dalam mempelajari apapun. Kalau pusat kegiatan pendidikan dan keterampilan selalu di kota besar semisal Bandung dan kami harus tergantung dengan itu untuk membuat anak-anak kami memiliki keterampilan tertentu, duh rasanya kini sudah bukan jamannya lagi. Sumber pengetahuan melimpah di internet dan kami bisa mengaksesnya di mana pun, belajar bisa dengan siapa saja, tak mesti harus di sekolah.
Back to homeschool. Moga keputusan ini memang yang terbaik buat kami dan anak-anak.
Artikel lain
Senin, 06 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tentang Saya
Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.
Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.
Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar