Artikel lain

Kamis, 31 Juli 2008

Sempitnya Ruang Bermain

Kasihan anak-anak zaman sekarang. Ruang terbuka kian sulit ditemui. Sejak dari rumah hingga ke sekolah, khususnya di perkotaan, ruang yang mereka temui nyaris semuanya berupa tembok-tembok. Lantai tempat mereka berpijak juga terbuat dari semen-semen permanen, itupun sudah sangat sempit, karena sebagian besar orang kota lebih senang menjadikan tanahnya sebagai ruangan bertembok daripada ruang terbuka hijau.

Anak-anak kota dan anak-anak pedesaan, sebenarnya tetap saja sama. Mereka membutuhkan ruang bermain yang memadai. Bedanya, di pedesaan masih tersisa banyak lahan untuk berlari mengejar layangan atau bermain petak umpet, sementara anak-anak di perkotaan harus bersaing dengan motor, mobil, seliweran kabel-kabel listrik atau telpon, dan juga ratusan atap dan tembok rumah untuk sekedar bermain layangan.

Saya sangat sedih, karena kecenderungan orang untuk mendirikan bangunan daripada menanam pohon juga mulai terjadi di desa saya. Orang-orang kaya baru seolah berlomba membangun rumah dan toko di setiap jengkal tanah yang mereka miliki. Kebanggaan hidup memang telah bergeser maknanya. Mereka yang bisa membangun banyak gedung, itulah yang dianggap paling terhormat. Orang desa mulai terpengaruh oleh budaya orang kota yang kurang peduli lingkungan. Padahal sudah jelas, akibat berkurangnya jumlah "ruang hijau" telah membuat suhu di desa mereka juga meningkat dan air makin sulit ditemukan di saat kemarau.

Bagi masyarakat perkotaan yang sudah terlanjur tinggal di lahan terbatas, sesungguhnya seminimal mungkin bisa menciptakan ruang bermain anak-anak sejak dari rumah. Caranya adalah dengan meminimalkan jumlah perabotan besar, terutama buat mereka yang rumahnya berukuran kecil atau sedang.

Kalau kita peduli dengan ruang gerak anak-anak, sebaiknya koreksi sejenak keinginan untuk membuat rumah kita full furniture. Terutama di masa-masa balita, anak-anak butuh ruangan yang cukup untuk bergerak mengeksplorasi lingkungannya. Kasihan kan, kalau wilayah "kekuasaan" mereka cuma kasur dan ruang tengah yang penuh lemari dan kursi-kursi.

Bahkan jika anak kita masih dalam masa merayap dan merangkak, ruangan yang mereka butuhkan justru lantai keras yang lapang, yang membuat mereka bisa leluasa melatih kemampuan motoriknya.

Seorang teman, yang kebetulan belum punya anak tapi suka mengumpulkan anak-anak di rumahnya, sengaja menyediakan hanya kursi lipat di ruang tamu. Tujuannya, agar ia bisa lebih mudah melakukan bongkar pasang. Jika di rumahnya sedang berkumpul banyak anak-anak, dia lebih memilih karpet yang digelar. Hanya pada saat ada tamu dewasa dia pasang kursinya.

Seberapa besar kita berempati pada anak-anak? Mulailah dari penataan ruang di rumah kita masing-masing. Jangan lupa menyediakan ruang bermain yang cukup buat mereka.

Tidak ada komentar:

Tentang Saya

Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.

Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.