Artikel lain

Senin, 22 Februari 2010

Entrepreneur Organik, Kemandirian Yang Diperjuangkan

Menjalankan HE (Home-Education) bersama anak-anak bukanlah sebuah keputusan sesaat bagi kami. Ada banyak sekali pemikiran, perenungan panjang, dan pertimbangan beresiko yang harus dilalui. Sampai akhirnya yakin bahwa tidak bersekolah formal (setidaknya sampai pendidikan dasar) adalah pilihan terbaik buat anak-anak kami, faktor pendorongnya adalah karena kami ingin menancapkan benih-benih kemandirian lebih awal pada mereka. Biarlah anak-anak belajar hal lain secara autodidak, tapi tidak dalam mengenal agama dan kemandirian. Mereka harus mendapatkan perlakuan, pendidikan, dan nilai-nilai kemandirian secara sengaja.

Mengapa saya menceritakan hal ini untuk mengawali resensi tentang buku Entrepreneur Organik? Karena prinsip-prinsip yang dijalankan oleh KH. Fuad Affandi, sebagai tokoh sentral buku ini, merupakan manifestasi kongkret dari apa yang kami pikirkan tentang kemandirian. Meski berlatarkan daerah pertanian dan dunia pertanian, isi buku ini juga mencakup banyak hal tentang pola pikir dan pola tindak seorang pembelajar mandiri.

Bercerminkan pengalaman hidupnya yang penuh warna perjuangan, Pak Fuad menilai, anak-anak yang terlalu dimanja akan berakibat fatal di kemudian hari. "Sobek baju, 'Mamah!'. sobek celana 'papah!', pusing kepala, 'nenek!', nggak punya uang jajan, 'Embah!'. Hal itu terus menjadi sebuah budaya sistemik hingga ke tingkat pemerintahan dan negara.

Bangsa kita kurang mau 'berlumpur-lumpur' dan bekerja keras untuk bangkit dari keterpurukan. Sebuah kritiknya membuat saya ketawa sendiri, "RT menyandar ke RW memakai proposal, RW menyandar ke lurah, lurah nyandar ke camat, camat nyandar ke bupati, bupati ke gubernur, gubernur ke presiden, akhirnya presiden nyandar ke IMF. Mau dewasa kapan orang ini?"

Beliau termasuk orang yang percaya bahwa pendidikan formal bukanlah satu-satunya tempat untuk mencari ilmu. Tak perlu putus harapan hanya karena tidak bersekolah formal, karena menurutnya, ilmu itu ada di mana-mana bahkan di dalam selokan, jika kita memang mau belajar.

Keberanian Pak Kiai memangkas budaya feodal yang membuat kasta-kasta tersamar di sebuah institusi pesantren juga membuat saya kagum. Beliau itu tipe orang yang sangat merakyat. Bahkan anak dan cucunya dilarang keras menyuruh-nyuruh para santrinya dan bersikap merasa lebih tinggi hanya karena menjadi anak Pak Kiai. Beliau juga seorang pembaca buku lintas mazhab, agama, dan budaya. Wajar saja, kalau kemudian sikap beliau menjadi sangat toleran dan tidak memilih-milah orang berdasarkan perbedaan tersebut dalam bergaul, bekerja sama, dan mencari serta berbagi ilmu.

Perjuangan KH. Fuad untuk meningkatkan taraf hidup petani yang selama ini identik dengan kelas masyarakat miskin dan bodoh membuat saya terhubung dengan mimpi kecil saya. Beliau adalah salah seorang praktisi pertanian yang sangat yakin, bahwa bidang pertanian adalah bidang yang tak boleh mati, karena dari situlah kelangsungan hidup manusia SALAH SATUNYA dijamin.

Pak Fuad berkelakar, "Dari tukang becak sampai presiden semua adalah konsumen produksi pertanian. Tak pernah ada cerita, akibat krisis moneter, orang-orang eksekutif lalu beralih makan besi baja. Tak mungkin karyawan pabrik mobil yang cekak gajinya lalu makan onderdil. Sekalipun krisis tetap saja mereka akan mengkoinsumsi hasil pertanian."

Mungkin karena itu pula-lah Pak Fuad bermimpi bisa mendirikan sekolah pertanian, sehingga tidak terputus regenerasi petani yang mencintai pekerjaan dan peranannya. Dan beliau berharap, sekolah pertanian yang didirikan itu nantinya, adalah sebuah sekolah yang menghubungkan teori dan praktik sekaligus dan bukan hanya melulu teori tapi jauh dari praktik.

Sungguh banyak sekali tinjauan yang bisa diserap dari buku Entrepreneur Organik. Kesemuanya itu, menggambarkan keluasan wawasan Pak Kiai dalam memandang persoalan kemasyarakatan dan juga keagamaan, serta pendidikan.

Tak akan rugi membaca buku ini walau harganya agak mahal karena ketebalannya dan juga kualitas isinya juga sesuai :) Saya tidak bekerja sama dengan penerbit Nuansa Cendikia untuk menulis sekilas testimoni tentang buku ini. Saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman yang senang dengan tema kemandirian. Happy Reading!

Judul: Entrepreneur Organik
Penulis: Faiz Manshur
Penerbit: Nuansa Cendikia
Hlm: 392 hlmn

Rabu, 03 Februari 2010

Jangan Remehkan Anak-Anak

Suatu pagi saya dan anak-anak membaca buku tentang teknologi dan kesehatan. Ketemulah kami dengan pembahasan tentang penyakit ginjal. Mumpung lagi antusias, saya ambil visual dictionary untuk belajar lebih jauh tentang organ ginjal dan fungsi-fungsi setiap bagiannya.

Setelah selesai menelusuri anatomi ginjal, Luqman (5,5 tahun) penasaran juga dengan organ lainnya, dan dia menunjuk lambung sambil berkata, "Mama, di sini ada banyak enzym dan asam lambung. Mama tahu nggak, apa gunanya enzym dan asam lambung itu?" Saya menggeleng untuk mendengar pengetahuan dia tentang itu.

"Enzym dan asam lambung itu gunanya untuk mencernakan makanan" jawab dia yakin. Lagi-lagi. Peristiwa seperti ini sangat sering terjadi untuk topik-topik yang lain. Saya merasa tak pernah mengajari dia tentang ini, tak pernah pula membicarakannya sebelum ini. Dalam beberapa hal seringnya mereka lebih tahu dibandingkan kami orang tuanya.

Hmmmm..... Jangan remehkan anak-anak. Mereka adalah pembelajar alami. Mereka belajar dengan cara yang tidak kita duga. Bedanya dengan sekolah formal, anak-anak home-education belajar tanpa berorientasi menyelesaikan soal ujian. Pengetahuan mereka akan keluar dengan sendirinya ketika mereka menemukan konteks yang sesuai.

Tony Buzan bilang, semua anak yang lahir adalah calon jenius tanpa kecuali.
Tinggal kita beri mereka kesempatan untuk mengeksplor lingkungannya, memberi stimulus yang membangkitkan rasa ingin tahu, dan menginformasikan serangkaian tools, sehingga mereka bisa memperoleh pengetahuan secara mandiri, karena orang tua juga pasti punya keterbatasan ilmu kalau harus menjelaskan semuanya.

Tentang Saya

Saya, ibu dua anak. Anak-anak saya tidak bersekolah formal. Blog ini berisi pemikiran, hasil belajar, dan beberapa pengalaman.

Jika Anda menggunakan tulisan di blog ini sebagai referensi: (1) HARAP TIDAK ASAL copy paste, (2) Selalu mencantumkan link lengkap tulisan. Dengan begitu Anda telah berperan aktif dalam menjaga dan menghargai hak intelektual seseorang.